Senin, 06 Mei 2013

Pola Penaganan Pasca Panen Pada Sayur

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pasca panen adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai sejak pengumpulan hasil pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Baik dalam keadaan surplus maupun tidak surplus, produk agronomi khususnya produk tanaman sayur. sayur sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral tertentu khususnya vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan pemenuhan vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Tanaman sayur sekarang ini banyak diberi perhatian karena produk sayur di Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk diekspor yang nantinya dapat dijadikan sebagai devisa negara.
Masalah pasca panen selalu timbul meskipun dalam keadaan yang berbeda-beda. Masalah tersebut menjadi semakin berat pada daerah yang memiliki iklim tropis yang lembab seperti di Indonesia. Produk holtikultura termasuk sayur mayur merupakan produk yang mudah rusak (perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen buah dan sayuran seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca panen sebesar 25 % - 28 %. Oleh sebab itu agar produk sayuran dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik, kerusakan-kerusakan dapat diminimalisir bahkan dapat dihindari sehingga keruagian tingkat konsumen dapat ditekan.          

1.2         Rumusan Masalah
1.2.1   Apa yang dimaksud dengan sayur?
1.2.2   Apa saja jenis-jenis kerusakan sayur?
1.2.3   Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab kerusakan sayur?
1.2.4   Bagaimana penanganan atau pegelolaan pasca panen sayur?
1.2.5   Bagaimana teknik yang digunakan dalam penanganan atau pengelolaan pasca panen sayur?
1.3         Tujuan
1.3.1   Mengetahui definisi dari sayur.
1.3.2   Mengetahui jenis-jenis kerusakan pada sayur.
1.3.3   Mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan sayur.
1.3.4   Mengetahui cara penanganan atau pengelolaan sayur pasca panen.
1.3.5   Mengetahui teknik yang digunakan dalam penanganan atau pengelolaan pasca panen sayur ?


BAB 2. PEMBAHASAN

2.1         Pengertian
Sayuran adalah semua jenis tanaman atau bagian dari tanaman yang dapat diolah menjadi makanan. Sebagian sayuran dapat dimakan mentah dan sebagian lagi hanya dapat dimakan setelah dimasak. Sayuran banyak mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, garam dan karbohidrat.
Sayuran dapat dikelompokkan menjadi delapan jenis berdasarkan dari bagian tumbuhan yang dipergunakan sebagai sayuran yaitu :
Sayuran bunga (flower vegetables)
1.    Sayuran buah (fruit vegetables)
2.    Sayuran polong (legume vegetables)
3.    Sayuran daun (leaf vegetables)
4.    Sayuran batang (stem vegetables)
5.    Sayuran umbi (root vegetables)
6.    Sayuran umbi lapis (bulb vegetables)
7.    Sayuran jamur (mushroom)

2.2         Jenis-Jenis Kerusakan Pangan
Berdasarkan faktor penyebab, kerusakan pangan dapat dikelompokkan menjadi kerusakan biologi, fisik dan mekanis, serta kerusakan kimia. (Baliwati,dkk : 2004)
a.    Kerusakan Biologi
Kerusakan biologi meliputi kerusakan yang disebabkan oleh makhluk hidup seperti serangga, binatang pengerat, burung, dan kerusakan fisiologi. Jenis kerusakan ini juga disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitas jasad renik seperti bakteri, kapang, dan ragi. Jasad renik bersifat patogen (menyebabkan sakit)maupun memproduksi sennyawa beracun (toksin) yang dapat membahayakan kesehatan. Kerusakan yang disebabkan oleh jasad renik terjadi pada pangan mentah, pangan setengah jadi, dan pangan olahan.
b.    Kerusakan Fisiologi
Kerusakan fisiologi yaitu kerusakan yang disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam pangan, atau enzim yang secara alami terdapat dalam pangan sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan.
c.    Kerusakan Fisik dan Mekanis
Kerusakan fisik disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, tekanan. Sedangkan kerusakan mekanis disebabkan oleh benturan mekanis yang menyebabkan pangan menjadi memar, retak, atau pecah sehingga rentan sekali terhadap kerusakan lainnya.
d.   Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia dapat terjadi karena reaksi browning (pencoklatan) yang terjadi secara enzimatis atau nonenzimatis, ketengikan pada minyak akibat adanya reaksi oksidasi dari asam lemak tidak jenuh, kerusakan protein (penggumpalan, denaturasi) akibat adanya perubahan PH atau suhu.
e.    Kerusakan Mikrobiologis
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Penyebab kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. ( Muchtadi : 1989).

2.3         Faktor penyebab kerusakan pada tanaman sayur.
            Kerusakan pangan disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitasmikroba, terutama bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim, serangga, parasit, tikus, suhu, kadar air, oksigen, sinar, dan jangka waktu penyimpanan. ( Baliwati,dkk : 2004)
1.    Bakteri, ragi dan kapang
Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di tanah, air, uadara, di atas kulit/ bulu, dan di dalam usus ternak. Beberapa mikroba juga seing ditemukan di atas permukaan kulit buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzime yang aktif sehingga dapat menghidrolisi pati, selulosa, atau dapat memfermentasi gula, menghidrolisis lmak yang mengakibatkan ketengikan, atau merusak protein yang menghasilkan bau busuk. Mikroba tersebut dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, dan racun. Jika pangan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara maka di dalam pangan tersebut terdapat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroba.
Bakteri, ragi, dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang hangat dan lembab. Mnurut kisaran suhu pertumbuhan, bakteri dapat dikelompokkan ke dalam bakteri termofilik (45-550C), bakteri mesofilik (20-450C). Spora dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri pada suhu mendidih. Pada suhu yang lebih randah, spora akan membelah diri dan berkembang biak.
Beberapa bakteri dan kapang yang membutuhkan oksigen untuktumbuh disebut bakteri aeroik sebaliknya, bakteri lainnya tidak akan tumbuh/mati jika ada oksigen, yang demikian disebut bakteri anaerobik.
2.    Enzime
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis yang dapat mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam jaringan hidup. Enzim yang berada dalam pangan dapat berasal dari mikroba atau sudah ada pada pangan tersebut secara normal. Adanya enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi biokimia serta dapat mengakibatkan perubahan pada komposisi pangan. Dipandang dari segi teknologi pangan, tidak semua enzime merugikan tetapi ada juga yang menguntungkan dan dikehendaki keberadaannya, misalnya enzim papain untuk mengempukkan daging, enzim pektinase untuk menjernihkan sari buah apel.
Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol oksidase pada buah salak, apel atau ubi kayu. Enzim dapat menimbulkan warna coklat jika buah atau ubi dipotong. Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim yang merusak bahan pangan karena warna coklat yang ditimbulkannya. Enzim dapat pula menyebabkan penyimpangan citarasa makanan seperti enzim lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga dapat menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzim pektinase yang terdapat pada buah-­buahan. Karena merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika akan diawetkan.
3.    Serangga
Serangga dapat merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Pangan yang permukaannya telah dilukai serangga akan mengalami kontaminasi oleh bakteri, ragi dan kapang sehingga semakin memperparah tingkat kerusakan. Fumigasi dan beberapa zat kimia (metil bromida, etilena, dan propilena) dapat mencegah kerusaan oleh serangga pada biji-bijian dan buah-buahan kering. Akan tetapi, etilena dan propilena tidak boleh digunakan pada pangan yang berkadar air tinggi karena kemunginan dapat membentuk racun.
Telur serangga yang tertinggal dalam tepung dapat dihancuran dengan cara sentrifuse. Mesipun pecahan telur mungin masih tertinggal dalam tepung, tetapi tidak dapat memperbanyak diri lebih lanjut.
4.    Suhu
Pemanasan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi vitamin dan lemak. Buah dan sayuran tropika sangat sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan pada suhu rendah aan menyebabkan kerusakan yang disebut chiling injury, misalnya pisang ambon yang menjadi lunak dan wanarnya berubah. Selain itu, juga menyebabkan denaturasi dan penggumpalan pada protein susu.
5.    Kadar air
Kadar air permukaan pangan dipengaruhi oleh kelembapan nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air pangan rendah, sedangkan RH di sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan air dari udara sehingga pangan menjadi lembab. Sebaliknya, bila suhu pangan lebih rendah akan terjadi kondensasi pada permukaan pangan dan dapat menjadi media bagi pertumbuhan kapang atau bakteri.
6.    Oksigen
Oksigen selain dapat merusak vitamin A dan vitamin C, warna pangan, cita rasa, juga dapat menjadi sarana pertumbuhan kapang. Pada pangan yang mengandung lemak, adanya oksigen akan menyebabkan ketengikan.
7.    Sinar
Sinar atau cahaya dapat merusak beberapa vitamin, terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C dan merusak warna pangan.
8.    Waktu penyimpanan
Pada saat sesudah penyembelihan, pemanenan, atau pengo;ahan, pangan mempunyai mutu yang paling baik. Akan tetapi, hal tersebut hanya berlangsung sementara. Untuk mempertahankan mutu pangan diperlukan penanganan khusus sesegera mungkin. Pada umumnya, apabila waktu penyimpanan lebih lama maka dapat menyebabkan kerusakan pangan yang lebih besar.

2.4         Teknologi penanganan pasca panen
Penanganan  sayur dilakukan untuk tujuan penyimpanan, transportasi dan kemudian pemasaran agar tidak terjadi kerusakan pada sayur. Langkah yang harus dilakukan dalam penanganan sayur setelah dipanen meliputi pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan pengepakan (packing). Namun demikian, untuk beberapa komoditi atau jenis sayur tertentu memerlukan tambahan penanganan seperti pencucian, penggunaan bahan kimia, pelapisan (coating-waxing), dan pendinginan awal (pre-cooling), serta pengikatan (bunching), pemotongan bagian-bagian yang tidak penting (trimming). ( Santoso: ----)
1.      Pendinginan Awal (Pre-Cooling)
Usaha menghilangkan panas lapang pada sayur akibat pemanenan di siang hari disebut pre-cooling atau pendinginan awal. Seperti diketahui suhu tinggi pada sayur yang diterima saat pemanenan akan merusak sayur selama iinginkan. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. penyimpanan sehingga menurunkan kualitas. Makin cepat membuang panas di lapang, makin baik kemungkinan menjaga kualitas komoditi selama disimpan.
Pre-cooling dimaksudkan untuk memperlambat respirasi, menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba, mengurangi jumlah air yang hilang melalui transpirasi, dan memudahkan pemindahan ke dalam ruang penyimpanan dingin bila sistim ini digunakan. Pendinginan awal dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun umumnya dengan prinsip yang sama, yaitu memindahkan dengan cepat panas dari komoditi ke suatu media pendingin, seperti udara, air atau es. Waktu yang diperlukan sangat bervariasi, 30 menit atau kurang, tetapi mungkin pula lebih dari 24 jam. Perbedaan suhu antara media pendingin (coolant) dengan komoditi sayur harus segera dikurangi agar proses pre-cooling efektif. Penurunan atau pre cooling dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin pada teknik Air Cooling, air yang diberikan es batu pada teknik Water/Hydro Cooling, atau sistim vakum pada teknik Vacuum Cooling.
2.    Pencucian (washing)
Pencucian  dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan  menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan. Selain itu pencucian dapat dilakukan dengan menggunaan air, sikat, maupun detergen (NaOH 0.35%) dan klorin urang dari 50 ppm (Baliwati,dkk : 2004). Kentang dan ubi jalar tidak disarankan untuk dicuci. Pada mentimun pencucian berakibat buah tidak tahan simpan, karena lapisan lilin pada permukaan buah ikut tercuci.
3.    Pemilihan (Sorting)
Setelah pencucian dengan menggunakan air yang diberikan clorin, maka proses selanjutnya adalah pemilahan. Pemilahan terhadap sayur dilakukan untuk memisahkan sayur-sayur yang berbeda tingkat kematangan, berbeda bentuk (mallformation), dan juga berbeda warna maupun tanda-tanda lainnya yang merugikan (cacat) seperti luka, lecet, dan adanya infeksi penyakit maupun luka akibat hama.
4.    Pemisahan Berdasarkan Umuran (Sizing)
Pengukuran sayur dimaksudkan untuk memilah-milah sayur berdasarkan ukuran, berat atau dimensi terhadap sayur-sayur yang telah dipilih (proses di atas – sorting). Proses pengukuran sayur dapat dilakukan secara manual maupun mekanik.
5.    Pemilihan Berdasarkan Mutu (Grading)
Pada tahapan ini, sayur-sayur dipilah-pilah berdasarkan tingkatan kualitas pasar (grade). Tingkatan kualitas dimaksud adalah kualitas yang telah ditetapkan sebagai patokan penilaian ataupun ditetapkan sendiri oleh produsen. Pemilihan kualitas sayuran dapat berdasarkan ukuran, bentuk, kondisi, dan tingkat kemasakan. Tahapan ini tentunya sangat penting bagi sayuran yang ditujukan untuk pasar segar. Namun tahapan ini tidak perlu dilakukan bilamana sayuran ditujukan untuk proses pengolahan.
6.    Trimming, Waxing, Coating, dan Curing
Trimming diartikan sebagai pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak dikehendaki karena mengganggu penampilannya. Bagian yang dipotong tersebut biasanya perakaran maupun daun-daun tua maupun mongering seperti pada lobak, wortel, bayam, seledri, dan selada. Sedangkan curing merupakan tindakan penyembuhan luka pada komoditi panenan. Luka dapat disebabkan karena pemotongan maupun luka goresan dan benturan saat panen. Curing sering diterapkan pada sayuran seperti bawang-bawangan dan kentang, yaitu dengan cara membiarkan komoditi terkena sinar matahari sejenak setelah panen atau dengan perlakuan pemanasan dengan menggunakan uap secara terkendali.
Waxing atau coating merupakan pelapisan permukaan sayuran agar menambah baik penampilannya. Pelapisan dimaksudkan untuk melapisi permukaan sayur dengan bahan yang dapat menekan laju respirasi maupun menekan laju transpirasi sayur selama penyimpanan atau pemasaran. Pelapisan juga bertujuan untuk menambah perlindungan bagi sayur terhadap pengaruh luar. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapisan dapat memperpanjang masa simpan dan menjaga produk segar dari kerusakan seperti pada tomat, timun, cabe besar, dan terong. Pelilinan (waxing) merupakan salah satu pelapisan pada sayur untuk menambah lapisan lilin alami yang biasanya hilang saat pencucian, dan juga untuk menambah kilap sayur. Keuntungan lain pelilinan adalah menutup luka yang ada pada permukaan sayuran.
Pelilinan atau pelapisan digunakan untuk memperpanjang masa segar komoditi sayur atau memperpanjang daya tahan simpan sayur bilamana fasilitas pendinginan (ruang simpan dingin) tidak tersedia. Namun perlu diingat bahwa tidak semua komoditi sayur memiliki respon yang baik terhadap pelilinan. Faktor kritis pelilinan sayur adalah tingkat ketebalan lapisan lilin. Terlalu tipis lapisan lilin yang terbentuk di permukaan sayur membuat pelilinan tidak efektif, namun bila pelapisan terlalu tebal akan menyebabkan kebusukan sayur. Beberapa macam lilin yang digunakan dalam upaya memperpanjang masa simpan dan kesegaran sayur adalah lilin tebu (sugarcane wax) lilin karnauba (carnauba wax), lilin lebah madu (bees wax) dan sebagainya. Lilin komersial siap pakai yang dapat dan sering digunakan para produsen sayur adalah lilin dengan nama dagang Brogdex-Britex Wax. Salah satu jenis pelapis lainnya yang dikembangkan selain pelapis lilin adalah khitosan, yaitu polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang-udangan (Crustaceae), kepiting dan rajungan (Crab). Teknik aplikasi atau penggunaan lilin atau pelapisan pada sayur dapat dengan menggunakan teknik pencelupan sayur dalam larutan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), dan pengolesan atau penyikatan (brushing). Tentunya jenis sayur yang berbeda memerlukan teknik pelilinan yang berbeda.
7.      Pengepakan (Packing)
Pengepakan sayur untuk konsumen sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp maupun kertas. Sayur-sayur dalam wadah disesuaikan dengan kualitas yang di sayur-sayur tersebut diatur peletakannya secara rapi sehingga kemungkinan berbenturan satu sama lainnya tidak terjadi. Sedangkan bahan wadah yang dapat digunakan dapat berupa kertas kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik.
Pada sayur yang ditujukan untuk para konsumen, pengepakan sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp, polyethilen maupun kertas. Kemudian dimasukkan dalam suatu wadah. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. Bahan wadah yang digunakan dapat berupa kertas kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik.
Faktor penting dalam pengepakan yang perlu diperhatikan adalah bahwa bahan pembungkus setidaknya memiliki permeabilitas terhadap keluar masuknya oksigen dan karbondioksida. Seringkali atmosfir dalam ruang pak yang menggunakan plastic tercapai kestabilan udara yang cukup terkendali. Pada kondisi tersebut biasanya kandungan oksigen rendah sedangkan karbondioksidanya lebih tinggi baik terhadap oksigen maupun udara di luar pak (dos). Tekanan uap air relative stabil sehingga menguntungkan untuk mempertahankan kualitas sayur dalam simpanan. Bahan pak (dos) luar yang akan menampung beberapa dos berukuran kecil sering disebut sebakai MasterContainer. Bahan dos tersebut dapat berupa karton maupun kayu, yang penting memiliki sifat tahan kerusakan akibat air, gesekan, tumpukan dan tidak goyah, tidak berat.
2.5         Contoh Kasus
1.           Penanganan pasca panen tanamansayur di pasar tradisional.
Di pasar tradisional pada umumnya penanganan pasca panen holtikultura masih dilakukan sangat sederhana. Salah stunya di daerah Kopeng, Ngablak di Kabupaten Semarang, andungan dan di pasar Ngablak, pasar Bandungan dan di pasar Salatiga, di tingkat petani, setelah panen sayur hanya dikemas dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan karung plastik. Di sini tidak dilakukan penanganan pasca panen apa-apa seperti pencucian, sortasi, pendinginan awal dan sebagainya. Pengemasan dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan mengunakan plastik hanya untuk memudahkan pengangkutan. Setelah sampai pada pedagang, penanganan pasca panen seperti sortasi dan grading kadang-kadang dilakukan. Sortasi dilakukan untuk memisahkan antara sayur yang mengalami kerusakan dengan yang masih baik, sedangkan grading dilakukan agar diperoleh harga yang lebih bervariasi. Selain itu sayur supaya diperoleh harga yang diletakkan di tempat terbuka. Dengan demikian umur simpan dari hasil pertanian tersebut menjadi pendek, tingkat kerusakan tinggi, sehingga sampai ke tangan konsumen kualitasnya menjadi rendah. Tidak dilakukannya penanganan pasca panen di tingkat petani karena disebabkan harga sayuran di tingkat petani rendah sehingga penanganan pasca panen dirasa mahal, keterbatasan pengetahuan mengenai penanganan pasca panen dan hasil panen tersebut langsung di jual. Sedangkan di tingkat pedagang biaya penanganan pasca panen yang lain dirasa mahal sehingga tidak sesuai dengan laba yang diperoleh karena daya beli konsumen yang rendah.
2.         Penanganan pasca panen tanamansayur di pasar  modern
Sayuran yang dijual di pasar modern (Super Market) pada umumnya berasal dari petani yang sudah mengkhususkan diri melayani permintaan super market tersebut. Umumnya petani ini biasanya sudah maju dalam arti memiliki modal besar, pengetahuan yang baik, penggunaan sarana produksi yang unggul sehingga produk yang dihasilkan lebih baik dibanding produk yang dihasilkan petani tradisional. Beberapa super market yang ada di kota Semarang, hasil panen tersebut setelah sampai di super market, kemudian dilakukan berbagai penanganan pasca panen sebelum dijual kepada konsumen misalnya grading, pencucian/menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada sayur, pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak diperlukan, sortasi dari produk yang mengalami kerusakan kemudian dilakukan pengemasan Untuk pengemasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, untuk yang pertama sayuran dikemas dalam plastik yang memiliki daya lekat yang kuat, lentur dan tidak mudah sobek sehingga menjadikan sayuran tetap segar tahan lama, tidak kering dan melindungi serta menjaga tetap bersih. Misalnya pada bunga kol, kobis, brokoli, luttuce dan lain sebagainya. Cara yang kedua sayuran dimasukkan ke dalam plastik polyetilen yang diberi lobang-lobang yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Cara yang ketiga adalah tidak dilakukannya pengemasan, tetapi sayuran diletakkan pada lemari pendingin yang terbuka yang kadang-kadang disemprot dengan butir-butir air yang halus untuk mengurangi penguapan, seperti sayur-sayuran daun.



BAB 3. PENUTUP

3.1  Kesimpulan
1. Sayur merupakan  semua jenis tanaman atau bagian dari tanaman yang dapat diolah menjadi makanan.
2. Jenis-jenis kerusakan pangan antara lain  kerusakan biologi, fisik dan mekanis, serta kerusakan kimia.
3. Faktor penyebab kerusakan sayuran disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitasmikroba, terutama bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim, serangga, parasit, tikus, suhu, kadar air, oksigen, sinar, dan jangka waktu penyimpanan
4. Langkah yang harus dilakukan dalam  penanganan sayur setelah dipanen  meliputi pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan  mutu (grading), dan pengepakan (packing) dan tambahan penanganan seperti pencucian, penggunaan bahan kimia, pelapisan (coating-waxing), dan pendinginan awal (pre-cooling), serta pengikatan (bunching), pemotongan bagian-bagian yang tidak penting.
5. Ada perbedaan penanganan pasca panen pada sayur antara di pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) yaitu terletak pada cara penanganannya dimana di pasar tradisional penanganan pasca panen masih tergolong sederhana, sedangkan pada pasar moderrn jauh lebih kompleks.

3.2  Saran
          Dalam penanganan pasca panen pada tanaman sayur harus dilakukan sesuai langkah penanganan pasca panen  dengan baik dan  benar sehingga menghasilkan harga jual yang tinggi. Selain itu penaganan pasca panen yag baik dan benar akan mempengaruhi daya beli konsumen sehinnga perlu adanya penanganan pasca panen yang  baik dan benar.