BAB
2. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Sayuran adalah semua jenis tanaman atau bagian dari
tanaman yang dapat diolah menjadi makanan. Sebagian sayuran dapat dimakan
mentah dan sebagian lagi hanya dapat dimakan setelah dimasak. Sayuran banyak
mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, garam dan karbohidrat.
Sayuran
dapat dikelompokkan menjadi delapan jenis berdasarkan dari bagian tumbuhan yang
dipergunakan sebagai sayuran yaitu :
Sayuran
bunga (flower vegetables)
1.
Sayuran buah (fruit vegetables)
2.
Sayuran polong (legume vegetables)
3.
Sayuran daun (leaf vegetables)
4.
Sayuran batang (stem vegetables)
5.
Sayuran umbi (root vegetables)
6.
Sayuran umbi lapis (bulb vegetables)
7.
Sayuran jamur (mushroom)
2.2
Jenis-Jenis
Kerusakan Pangan
Berdasarkan faktor
penyebab, kerusakan pangan dapat dikelompokkan menjadi kerusakan biologi, fisik
dan mekanis, serta kerusakan kimia. (Baliwati,dkk : 2004)
a.
Kerusakan Biologi
Kerusakan
biologi meliputi kerusakan yang disebabkan oleh makhluk hidup seperti serangga,
binatang pengerat, burung, dan kerusakan fisiologi. Jenis kerusakan ini juga
disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitas jasad renik seperti bakteri, kapang,
dan ragi. Jasad renik bersifat patogen (menyebabkan sakit)maupun memproduksi
sennyawa beracun (toksin) yang dapat membahayakan kesehatan. Kerusakan yang
disebabkan oleh jasad renik terjadi pada pangan mentah, pangan setengah jadi,
dan pangan olahan.
b. Kerusakan
Fisiologi
Kerusakan
fisiologi yaitu kerusakan yang disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam pangan,
atau enzim yang secara alami terdapat dalam pangan sehingga terjadi proses
autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan.
c. Kerusakan
Fisik dan Mekanis
Kerusakan fisik
disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, tekanan. Sedangkan
kerusakan mekanis disebabkan oleh benturan mekanis yang menyebabkan pangan
menjadi memar, retak, atau pecah sehingga rentan sekali terhadap kerusakan
lainnya.
d. Kerusakan
Kimia
Kerusakan kimia
dapat terjadi karena reaksi browning (pencoklatan)
yang terjadi secara enzimatis atau nonenzimatis, ketengikan pada minyak akibat
adanya reaksi oksidasi dari asam lemak tidak jenuh, kerusakan protein
(penggumpalan, denaturasi) akibat adanya perubahan PH atau suhu.
e. Kerusakan Mikrobiologis
Pada umumnya kerusakan
mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan
setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan
ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun
yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan yang
telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya
bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Penyebab kerusakan mikrobiologis
adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara
perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi makromolekul yang menyusun
bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. ( Muchtadi : 1989).
2.3
Faktor
penyebab kerusakan pada tanaman sayur.
Kerusakan
pangan disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitasmikroba, terutama bakteri, ragi
dan kapang, aktivitas enzim, serangga, parasit, tikus, suhu, kadar air,
oksigen, sinar, dan jangka waktu penyimpanan. ( Baliwati,dkk : 2004)
1.
Bakteri, ragi dan kapang
Mikroba penyebab
kebusukan pangan dapat ditemukan di tanah, air, uadara, di atas kulit/ bulu,
dan di dalam usus ternak. Beberapa mikroba juga seing ditemukan di atas
permukaan kulit buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Beberapa
mikroba dapat menghasilkan enzime yang aktif sehingga dapat menghidrolisi pati,
selulosa, atau dapat memfermentasi gula, menghidrolisis lmak yang mengakibatkan
ketengikan, atau merusak protein yang menghasilkan bau busuk. Mikroba tersebut
dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, dan racun. Jika
pangan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara maka di dalam pangan
tersebut terdapat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroba.
Bakteri,
ragi, dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang hangat dan lembab.
Mnurut kisaran suhu pertumbuhan, bakteri dapat dikelompokkan ke dalam bakteri
termofilik (45-550C), bakteri mesofilik (20-450C). Spora
dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri pada suhu mendidih. Pada suhu
yang lebih randah, spora akan membelah diri dan berkembang biak.
Beberapa
bakteri dan kapang yang membutuhkan oksigen untuktumbuh disebut bakteri aeroik
sebaliknya, bakteri lainnya tidak akan tumbuh/mati jika ada oksigen, yang
demikian disebut bakteri anaerobik.
2.
Enzime
Enzim
merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis yang dapat
mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam jaringan hidup. Enzim
yang berada dalam pangan dapat berasal dari mikroba atau sudah ada pada pangan
tersebut secara normal. Adanya enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi
biokimia serta dapat mengakibatkan perubahan pada komposisi pangan. Dipandang
dari segi teknologi pangan, tidak semua enzime merugikan tetapi ada juga yang
menguntungkan dan dikehendaki keberadaannya, misalnya enzim papain untuk
mengempukkan daging, enzim pektinase untuk menjernihkan sari buah apel.
Enzim
yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol
oksidase pada buah salak, apel atau ubi kayu. Enzim dapat menimbulkan warna
coklat jika buah atau ubi dipotong. Enzim polifenol oksidase merupakan salah
satu jenis enzim yang merusak bahan pangan karena warna coklat yang
ditimbulkannya. Enzim dapat pula menyebabkan penyimpangan citarasa makanan
seperti enzim lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga
dapat menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzim pektinase yang terdapat
pada buah-buahan. Karena merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada
bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika akan diawetkan.
3.
Serangga
Serangga
dapat merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Pangan
yang permukaannya telah dilukai serangga akan mengalami kontaminasi oleh
bakteri, ragi dan kapang sehingga semakin memperparah tingkat kerusakan.
Fumigasi dan beberapa zat kimia (metil bromida, etilena, dan propilena) dapat
mencegah kerusaan oleh serangga pada biji-bijian dan buah-buahan kering. Akan
tetapi, etilena dan propilena tidak boleh digunakan pada pangan yang berkadar
air tinggi karena kemunginan dapat membentuk racun.
Telur
serangga yang tertinggal dalam tepung dapat dihancuran dengan cara sentrifuse.
Mesipun pecahan telur mungin masih tertinggal dalam tepung, tetapi tidak dapat
memperbanyak diri lebih lanjut.
4.
Suhu
Pemanasan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi
vitamin dan lemak. Buah dan sayuran tropika sangat sensitif terhadap
pendinginan. Penyimpanan pada suhu rendah aan menyebabkan kerusakan yang
disebut chiling injury, misalnya
pisang ambon yang menjadi lunak dan wanarnya berubah. Selain itu, juga
menyebabkan denaturasi dan penggumpalan pada protein susu.
5.
Kadar air
Kadar
air permukaan pangan dipengaruhi oleh kelembapan nisbi (RH) udara di
sekitarnya. Bila kadar air pangan rendah, sedangkan RH di sekitarnya tinggi
maka akan terjadi penyerapan air dari udara sehingga pangan menjadi lembab.
Sebaliknya, bila suhu pangan lebih rendah akan terjadi kondensasi pada
permukaan pangan dan dapat menjadi media bagi pertumbuhan kapang atau bakteri.
6.
Oksigen
Oksigen
selain dapat merusak vitamin A dan vitamin C, warna pangan, cita rasa, juga
dapat menjadi sarana pertumbuhan kapang. Pada pangan yang mengandung lemak,
adanya oksigen akan menyebabkan ketengikan.
7.
Sinar
Sinar
atau cahaya dapat merusak beberapa vitamin, terutama riboflavin, vitamin A,
vitamin C dan merusak warna pangan.
8.
Waktu penyimpanan
Pada
saat sesudah penyembelihan, pemanenan, atau pengo;ahan, pangan mempunyai mutu
yang paling baik. Akan tetapi, hal tersebut hanya berlangsung sementara. Untuk mempertahankan
mutu pangan diperlukan penanganan khusus sesegera mungkin. Pada umumnya,
apabila waktu penyimpanan lebih lama maka dapat menyebabkan kerusakan pangan
yang lebih besar.
2.4
Teknologi
penanganan pasca panen
Penanganan sayur dilakukan
untuk tujuan penyimpanan, transportasi dan kemudian pemasaran agar tidak
terjadi kerusakan pada sayur. Langkah yang harus dilakukan dalam penanganan
sayur setelah dipanen meliputi pemilihan (sorting), pemisahan
berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading),
dan pengepakan (packing). Namun demikian, untuk beberapa komoditi atau
jenis sayur tertentu memerlukan tambahan penanganan seperti pencucian,
penggunaan bahan kimia, pelapisan (coating-waxing), dan pendinginan awal
(pre-cooling), serta pengikatan (bunching), pemotongan
bagian-bagian yang tidak penting (trimming). ( Santoso: ----)
1.
Pendinginan Awal (Pre-Cooling)
Usaha menghilangkan panas lapang pada sayur
akibat pemanenan di siang hari disebut pre-cooling atau pendinginan
awal. Seperti diketahui suhu tinggi pada sayur yang diterima saat pemanenan
akan merusak sayur selama iinginkan. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu
sayur atau terdiri dari banyak sayur. penyimpanan sehingga menurunkan kualitas.
Makin cepat membuang panas di lapang, makin baik kemungkinan menjaga kualitas
komoditi selama disimpan.
Pre-cooling dimaksudkan
untuk memperlambat respirasi, menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba,
mengurangi jumlah air yang hilang melalui transpirasi, dan memudahkan
pemindahan ke dalam ruang penyimpanan dingin bila sistim ini digunakan.
Pendinginan awal dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun umumnya dengan
prinsip yang sama, yaitu memindahkan dengan cepat panas dari komoditi ke suatu
media pendingin, seperti udara, air atau es. Waktu yang diperlukan sangat
bervariasi, 30 menit atau kurang, tetapi mungkin pula lebih dari 24 jam.
Perbedaan suhu antara media pendingin (coolant) dengan komoditi sayur
harus segera dikurangi agar proses pre-cooling efektif. Penurunan atau pre
cooling dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin pada teknik Air
Cooling, air yang diberikan es batu pada teknik Water/Hydro Cooling,
atau sistim vakum pada teknik Vacuum Cooling.
2.
Pencucian (washing)
Pencucian
dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah untuk membersihkan
kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga
dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian
disarankan menggunakan air yang bersih,
penggunaan desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan. Selain itu pencucian
dapat dilakukan dengan menggunaan air, sikat, maupun detergen (NaOH 0.35%) dan
klorin urang dari 50 ppm (Baliwati,dkk : 2004). Kentang dan ubi jalar tidak disarankan
untuk dicuci. Pada mentimun pencucian berakibat buah tidak tahan simpan, karena
lapisan lilin pada permukaan buah ikut tercuci.
3.
Pemilihan (Sorting)
Setelah pencucian dengan menggunakan air
yang diberikan clorin, maka proses selanjutnya adalah pemilahan. Pemilahan
terhadap sayur dilakukan untuk memisahkan sayur-sayur yang berbeda tingkat
kematangan, berbeda bentuk (mallformation), dan juga berbeda warna
maupun tanda-tanda lainnya yang merugikan (cacat) seperti luka, lecet, dan
adanya infeksi penyakit maupun luka akibat hama.
4.
Pemisahan Berdasarkan Umuran (Sizing)
Pengukuran sayur dimaksudkan untuk
memilah-milah sayur berdasarkan ukuran, berat atau dimensi terhadap sayur-sayur
yang telah dipilih (proses di atas – sorting). Proses pengukuran sayur dapat
dilakukan secara manual maupun mekanik.
5.
Pemilihan Berdasarkan Mutu (Grading)
Pada tahapan ini, sayur-sayur dipilah-pilah
berdasarkan tingkatan kualitas pasar (grade). Tingkatan kualitas
dimaksud adalah kualitas yang telah ditetapkan sebagai patokan penilaian
ataupun ditetapkan sendiri oleh produsen. Pemilihan kualitas sayuran dapat
berdasarkan ukuran, bentuk, kondisi, dan tingkat kemasakan. Tahapan ini
tentunya sangat penting bagi sayuran yang ditujukan untuk pasar segar. Namun
tahapan ini tidak perlu dilakukan bilamana sayuran ditujukan untuk proses
pengolahan.
6.
Trimming, Waxing, Coating, dan Curing
Trimming diartikan
sebagai pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak dikehendaki karena mengganggu
penampilannya. Bagian yang dipotong tersebut biasanya perakaran maupun
daun-daun tua maupun mongering seperti pada lobak, wortel, bayam, seledri, dan
selada. Sedangkan curing merupakan tindakan penyembuhan luka pada
komoditi panenan. Luka dapat disebabkan karena pemotongan maupun luka goresan
dan benturan saat panen. Curing sering diterapkan pada sayuran seperti
bawang-bawangan dan kentang, yaitu dengan cara membiarkan komoditi terkena
sinar matahari sejenak setelah panen atau dengan perlakuan pemanasan dengan
menggunakan uap secara terkendali.
Waxing atau coating
merupakan pelapisan permukaan sayuran agar menambah baik penampilannya.
Pelapisan dimaksudkan untuk melapisi permukaan sayur dengan bahan yang dapat
menekan laju respirasi maupun menekan laju transpirasi sayur selama penyimpanan
atau pemasaran. Pelapisan juga bertujuan untuk menambah perlindungan bagi sayur
terhadap pengaruh luar. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapisan dapat
memperpanjang masa simpan dan menjaga produk segar dari kerusakan seperti pada
tomat, timun, cabe besar, dan terong. Pelilinan (waxing) merupakan salah
satu pelapisan pada sayur untuk menambah lapisan lilin alami yang biasanya
hilang saat pencucian, dan juga untuk menambah kilap sayur. Keuntungan lain
pelilinan adalah menutup luka yang ada pada permukaan sayuran.
Pelilinan atau pelapisan digunakan untuk
memperpanjang masa segar komoditi sayur atau memperpanjang daya tahan simpan
sayur bilamana fasilitas pendinginan (ruang simpan dingin) tidak tersedia.
Namun perlu diingat bahwa tidak semua komoditi sayur memiliki respon yang baik
terhadap pelilinan. Faktor kritis pelilinan sayur adalah tingkat ketebalan
lapisan lilin. Terlalu tipis lapisan lilin yang terbentuk di permukaan sayur
membuat pelilinan tidak efektif, namun bila pelapisan terlalu tebal akan
menyebabkan kebusukan sayur. Beberapa macam lilin yang digunakan dalam upaya
memperpanjang masa simpan dan kesegaran sayur adalah lilin tebu (sugarcane
wax) lilin karnauba (carnauba wax), lilin lebah madu (bees wax)
dan sebagainya. Lilin komersial siap pakai yang dapat dan sering digunakan para
produsen sayur adalah lilin dengan nama dagang Brogdex-Britex Wax. Salah
satu jenis pelapis lainnya yang dikembangkan selain pelapis lilin adalah
khitosan, yaitu polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang-udangan (Crustaceae),
kepiting dan rajungan (Crab). Teknik aplikasi atau penggunaan lilin
atau pelapisan pada sayur dapat dengan menggunakan teknik pencelupan sayur
dalam larutan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying),
dan pengolesan atau penyikatan (brushing). Tentunya jenis sayur yang
berbeda memerlukan teknik pelilinan yang berbeda.
7.
Pengepakan (Packing)
Pengepakan sayur untuk konsumen sering
dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang
kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan
pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp maupun kertas. Sayur-sayur
dalam wadah disesuaikan dengan kualitas yang di sayur-sayur tersebut diatur
peletakannya secara rapi sehingga kemungkinan berbenturan satu sama lainnya
tidak terjadi. Sedangkan bahan wadah yang dapat digunakan dapat berupa kertas
kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik.
Pada sayur yang ditujukan untuk para
konsumen, pengepakan sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik
ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang
lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp, polyethilen
maupun kertas. Kemudian dimasukkan dalam suatu wadah. Dalam satu wadah
dapat terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. Bahan wadah yang
digunakan dapat berupa kertas kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti
kayu, ataupun plastik.
Faktor penting dalam pengepakan yang perlu
diperhatikan adalah bahwa bahan pembungkus setidaknya memiliki permeabilitas
terhadap keluar masuknya oksigen dan karbondioksida. Seringkali atmosfir dalam
ruang pak yang menggunakan plastic tercapai kestabilan udara yang cukup
terkendali. Pada kondisi tersebut biasanya kandungan oksigen rendah sedangkan
karbondioksidanya lebih tinggi baik terhadap oksigen maupun udara di luar pak
(dos). Tekanan uap air relative stabil sehingga menguntungkan untuk
mempertahankan kualitas sayur dalam simpanan. Bahan pak (dos) luar yang akan
menampung beberapa dos berukuran kecil sering disebut sebakai MasterContainer.
Bahan dos tersebut dapat berupa karton maupun kayu, yang penting memiliki sifat
tahan kerusakan akibat air, gesekan, tumpukan dan tidak goyah, tidak berat.
2.5
Contoh Kasus
1.
Penanganan pasca panen tanamansayur di pasar
tradisional.
Di
pasar tradisional pada umumnya penanganan pasca panen holtikultura masih
dilakukan sangat sederhana. Salah stunya di daerah Kopeng, Ngablak di Kabupaten
Semarang, andungan dan di pasar Ngablak, pasar Bandungan dan di pasar Salatiga,
di tingkat petani, setelah panen sayur hanya dikemas dengan menggunakan
keranjang bambu maupun dengan karung plastik. Di sini tidak dilakukan
penanganan pasca panen apa-apa seperti pencucian, sortasi, pendinginan awal dan
sebagainya. Pengemasan dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan
mengunakan plastik hanya untuk memudahkan pengangkutan. Setelah sampai pada
pedagang, penanganan pasca panen seperti sortasi dan grading kadang-kadang
dilakukan. Sortasi dilakukan untuk memisahkan antara sayur yang mengalami
kerusakan dengan yang masih baik, sedangkan grading dilakukan agar diperoleh
harga yang lebih bervariasi. Selain itu sayur supaya diperoleh harga yang diletakkan
di tempat terbuka. Dengan demikian umur simpan dari hasil pertanian tersebut
menjadi pendek, tingkat kerusakan tinggi, sehingga sampai ke tangan konsumen
kualitasnya menjadi rendah. Tidak dilakukannya penanganan pasca panen di
tingkat petani karena disebabkan harga sayuran di tingkat petani rendah
sehingga penanganan pasca panen dirasa mahal, keterbatasan pengetahuan mengenai
penanganan pasca panen dan hasil panen tersebut langsung di jual. Sedangkan di
tingkat pedagang biaya penanganan pasca panen yang lain dirasa mahal sehingga
tidak sesuai dengan laba yang diperoleh karena daya beli konsumen yang rendah.
2.
Penanganan pasca panen tanamansayur di pasar modern
Sayuran yang dijual di pasar modern
(Super Market) pada umumnya berasal dari petani yang sudah mengkhususkan diri
melayani permintaan super market tersebut. Umumnya petani ini biasanya sudah
maju dalam arti memiliki modal besar, pengetahuan yang baik, penggunaan sarana
produksi yang unggul sehingga produk yang dihasilkan lebih baik dibanding
produk yang dihasilkan petani tradisional. Beberapa super market yang ada di
kota Semarang, hasil panen tersebut setelah sampai di super market, kemudian
dilakukan berbagai penanganan pasca panen sebelum dijual kepada konsumen
misalnya grading, pencucian/menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat
pada sayur, pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak diperlukan, sortasi dari
produk yang mengalami kerusakan kemudian dilakukan pengemasan Untuk pengemasan
dapat dilakukan dengan berbagai cara, untuk yang pertama sayuran dikemas dalam
plastik yang memiliki daya lekat yang kuat, lentur dan tidak mudah sobek
sehingga menjadikan sayuran tetap segar tahan lama, tidak kering dan melindungi
serta menjaga tetap bersih. Misalnya pada bunga kol, kobis, brokoli, luttuce
dan lain sebagainya. Cara yang kedua sayuran dimasukkan ke dalam plastik
polyetilen yang diberi lobang-lobang yang memungkinkan terjadinya sirkulasi
udara. Cara yang ketiga adalah tidak dilakukannya pengemasan, tetapi sayuran
diletakkan pada lemari pendingin yang terbuka yang kadang-kadang disemprot
dengan butir-butir air yang halus untuk mengurangi penguapan, seperti
sayur-sayuran daun.